31 Jul 2023

Financial Mindset (Bagian 1)

Financial Mindset (Bagian 1)

Sharing: Ustadz Felix Siauw, Ustadz Weemar Aditya, Tsis

Tanggal: 31-03-2023

Sumber: YN Classroom

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

 

1.Kurang dan lebih itu sebenarnya bersifat immaterial daripada material. Kalau kita berbicara tentang kurang, maka orang banyak mengaitkannya dengan material. Contoh: Kurang makan, kurang minum, kurang uang. Demikian juga lebih itu bersifat immaterial dibandingkan material.

2.Kesulitan keuangan itu seperti kemarau pada tanaman. Jadi kalau kita mau membicarakan tentang kesulitan keuangan maka seperti kita berbicara tentang tanaman. Tanaman itu selalu melakukan adaptasi. Dia selalu melakukan penyesuaian karena kondisi-kondisi yang tidak ideal. Contoh: Kita sudah memiliki tanaman yang bagus dan tumbuh di tanah yang subur. Pada saat kita pindahkan ke suatu tempat, maka tanaman ini akan melakukan adaptasi. Adaptasi yang pertama dia akan menggugurkan daunnya. Dia juga akan mematikan sebagian besar sel-sel nya (menonaktifkan sel-sel nya). Sehingga kalau dilihat dalam pandangan mata orang, tanaman itu meranggas (daunnya hilang semua). Makanya tukang tanaman sebelum memindahkan pohon biasanya akan memotong daun-daunnya. Lalu ditanam di tempat yang baru. Di situ akan ada penyesuaian. Kalau kita belajar dari tanaman, maka dia akan mematikan diri, sebelum melakukan beberapa hal. Kalau pohon tidak merontokkan duannya, maka dia akan supply terus ke daun itu, dan ini akan mematikan dia sendiri, karena akan menghabiskan energinya dia. Maka dia harus memutus semua hal yang tidak perlu (shut down). Jadi daun di shut down, batang di shut down, dibiarkan kering. Tapi dia akan menyimpan energinya untuk melakukan sesuatu yang paling penting. Yaitu menumbuhkan akar. Hal ini sebenarnya sama dengan kondisi keuangan pada manusia. Karena keuangan itu sama kayak pohon.

3.Yang namanya finansial itu cuma 3. Ketiga hal ini harus dilakukan secara tertib, tidak boleh dibolak-balik.  Berikut 3 hal tersebut:

· Mengurangi pengeluaran. Hal ini harus dilakukan terlebih dahulu dan efeknya pasti instan. Maka setelah mengurangi pengeluaran, baru orang bisa berpikir untuk menambah pemasukan. Kalau ada orang yang kesulitan finansial, tapi yang dipikirkan pertama adalah apa yang bisa aku kerjakan, atau bisnis apa yang bisa aku lakukan supaya aku keluar dari kesulitan finansial. Ini pemikiran yang salah, karena kerjaannya pasti kacau. Ia akan panik, dan akhirnya akan terjebak lagiContoh: Jual motor untuk buka usaha. Justru usahanya akan bersifat panik. Karena dia belum mengurangi pengeluaran, tapi sudah berusaha untuk menambah pemasukan. 

·  Menambah pemasukan.

· Melibatkan eksternalPihak ekstrenal ini bisa dengan cara pinjam atau hibah.

4.Jack Ma berkata, “Jangan pernah mengajak usaha orang yang butuh duit.“ Karena orang yang butuh duit (BU) itu panik. Akhirnya apa yang ia lakukan itu tidak cerdas dan besar kemungkinan orang ini akan menipu. Karena BU dia tidak berpikir secara normal.

5.Law of Diminishing Marginal UtilityKehidupan kita sekarang dibombardir habis dengan yang namanya kepuasan materi. Seolah-olah seseorang itu dikatakan bahagia kalau punya materi. Orang mencari bahagia (pursuit of happiness). Sebenarnya bahagia itu di dunia hanya ilusi. Lebih tepatnya orang bukan mencari kebahagiaan di dunia, tapi sebenarnya orang mencari kenyamanan dan ketenangan di dalam hidup. Untuk menggambarkan Law of Diminishing Marginal Utility kita bisa mengambil contoh berbuka puasa dengan mie ayam yang enak sekali. Tapi kalau kita sudah makan mie ayam di mangkok yang kedua, maka kenikmatannya akan berkurang. Kalau kenikmatan makan mie  ayam di mangkok yang pertama rasanya 100, maka kenikmatan mie ayam di mangkok yang kedua tinggal 90, mangkok ketiga tinggal 40, dan di mangkok yang keempat sudah tinggal 0. Saat makan mie ayam di mangkok yang kelima kenikmatannya sudah minus. Padahal di awal-awal makan mie ayam ini enak banget. Ini sama dengan saat kita berbuka puasa. Pada saat kita punya banyak makanan, maka kebahagiaan itu saat kita merasa semua makanan itu bisa kita makan, di jam 17.00. Demikian juga saat kita minum es jerus saat kita buka puasa.

6.Kenikmatan itu semakin berkurang seiring dengan bertambahnya konsumsi. Tidak ada kebahagiaan yang hakiki di dunia ini. Pasti akan mentok, dan kemudian turun. Segala sesuatu itu fana. Termasuk kepuasan itu juga adalah sesuatu yang fana. Oleh karena itu bahagia itu bukan ada pada materi. Kalau ada orang yang masih menganggap kebahagiaan itu ada pada materi. Maka di situ lah letak dia akan sengsara. Karena ada satu titik materi itu benar-benar tidak ada lagi rasanya bagi kita. Jadi sudah kayak kebal/baal. Kita tidak lagi bisa merasa.

7.Ketika seseorang terus menerus mengkonsumsi sesuatu maka dia akan resisten. Sesuatu yang pada awalnya enak, jadi tidak enak. Kalau awalnya dia puas, maka jadi tidak puas. Ini seperti kasusnya Il-Nam dalam Film Squid Game. Dia merasa tidak bisa menikmati apa-apa lagi. Contoh: Pada saat Ustadz Felix gajinya masih 1 juta/bulan, makan nasi Hainan seharga 50 ribu di restoran rasanya sudah enak sekali. Tetapi saat gajinya naik jadi 3 juta per bulan, saat makan makanan yang sama jadi kurang terasa enaknya. Maka kalau kita merasa bahagia itu ada pada materi, maka disitu kita akan merasakan masalah (problem).

8.Dunia ini membuat kita tertarik dan terikat pada materiContoh: Orang Amerika setiap hari terekspose 4,000-10.000 iklan (ads) per hari. Jadi ada banyak sekali kapitalis di luar sana yang tugasnya menciptakan kebutuhan yang sebenarnya bukan kebutuhan. Seolah-olah berkata seandainya kita tidak memenuhi diri kita dengan produk-produk yang ini, berarti kita tidak bahagia. jadi kita dipaksa konsumtif. Dalam ekonomi kapitalis, salah satu faktor yang bisa meninggikan ekonomi itu adalah konsumsi dan produksi yang tinggi. Mereka tidak peduli kita perlu atau tidak. Yang penting harus dijual. Harus ada produksi dan konsumsi yang tinggi agar ekonomi bergerak. Mereka akan mengatakan bahwa kalau kita tidak punya produk mereka, maka kita tidak akan bahagia.

9.Bahagia adalah jarak antara keinginan yang mereka ciptakan dengan kenyataan yang bisa kita penuhi. Maka kalau kita punya keinginan dan tidak bisa kita penuhi, maka seolah-olah kita tidak bahagia. Contoh: HP Ustadz Felix dulu tahun 2019 adalah Samsung S-10E dan sudah dipakai selama 4 tahun. Hidup Ustadz Felix saat itu baik-baik saja, sampai ada Tsis yang memberitahu tentang IPhone yang dia miliki. Ustadz Felix jadi merasa hidupnya kurang, tidak sempurna, tidak bahagia. Iklan-iklan ini menghampiri kita dan mengatakan bahwa kita tidak bahagia. Tugas dari iklan adalah menjadikan keinginan menjadi sebuah keperluan.

10.Jebakan yang terjadi pada orang-orang itu adalah ketika kapitalisme atau pasar ini berhasil menjadikan setiap keinginan (wants) menjadi kebutuhan (needs)Jadi setiap keinginan menjadi sebuah keperluan atau kebutuhan. Padahal itu hanya keinginan yang kalau tidak dipenuhi juga tidak apa-apa. Contoh: Orang merasa dia harus pakai MacBook. Kalau tidak pakai MacBook maka dia tidak eksis, dianggap tidak profesional. Orang merasa harus pakai iPhone. Kalau tidak pakai iPhone dia ketinggalan (FOMO). Needs VS Wants ini perlu benar-benar kita pahami. Needs adalah satu hal, sedangkan wants ini adalah hal yang berbeda. Needs itu kalau tidak dipenuhi bisa mati. Kalau wants tidak dipenuhi, tidak apa-apa.

11.Yang perlu kita lakukan adalah mendetoks pikiran kita agar needs dan wants ini kembali terpisah. Masalahnya bagaimana caranya? Terkadang orang itu seperti tidak tahu diri. Sebenarnya ia tidak perlu sampai di titik itu, misalnya sampai harus punya iPhone, karena iPhone ini mahal sekali. IPhone ini lebih ke nilai simbol, tapi nilai gunanya mungkin tidak sebanyak itu. Nilai estetikanya juga mungkin tidak sebanyak itu. Tapi yang paling besar nilai simbol Apple-nya. Sama dengan apakah semua orang harus memiliki MacBook Pro? Apakah semua orang harus beli mobil? Apakah semua orang harus belil motor? Seringkali kita terjebak antara needs dangan wants. Seolah-olah dia harus memiliki sesuatu yang padahal sebenarnya tidak.  

12.Jim Carrey berkata, “Saya berdoa seandainya semua orang itu jadi kaya. Biar mereka paham bahwasanya kekayaan itu tidak membuat mereka bahagia.” Batasnya kaya itu ya segitu. Ternyata hidup itu sawang sinawang. Batasnya yang bisa dibeli dengan uang itu ya segitu saja. Masalahnya ada orang yang tidak punya, tapi keinginannya lebih besar dari orang-orang yang sudah punya. Akhirnya keinginan itu yang “membunuh” mereka. Karena mereka berusaha untuk memenuhi sesuatu yang sebenarnya tidak bisa mereka penuhi.

13.Marketplace membuat sesuatu yang sebenarnya wants menjadi needsSehingga marketplace akan memudahkan segala sesuatu menjadi needs. Apalagi nanti kalau sudah eranya Artificial Intelligence (AI). Kita sedang ngobrol saja, nanti bisa tiba-tiba muncul notifikasinya, bahkan berikut skema cicilannya. Saat ini di marketplace kita bukan hanya bisa follow toko tapi juga tokoh atau influencer. Jadi kita bisa tahu tokoh atau influencer yang kita follow pakai brand apa. Berapa kali kita check out barang yang sebenarnya tidak kita perlukan. Kita jadi impulsive buying.

14.Kita seringkali merasa bahwa itu sebuah needs yang diverifikasi dan dilegitimasi bahwa itu untuk keperluan kebaikan (dakwah). Padahal itu sebenarnya bukan needs kita, tapi sekedar wants kita. Wants-nya juga tidak terlalu penting. Tapi jadi panic bayingimpulsive. Kita merasa perlu padahal kita tidak perlu. Bayangkan apa yang terjadi pada anak zaman sekarang yang tidak punya financial mindset yang benar, punya uang banyak, dan dimudahkan dengan adanya marketplace. Mereka jadi bebas mau beli apapun. Pikirannya jadi tidak make sense lagi. Mereka terkadang bahkan membeli barang yang tidak mereka mau. Cuma karena merasa penasaran saja sama barang itu. Kalau zaman dahulu masih ada Batasan, karena mungkin kita tidak tahu barangnya ada dimana. Contoh: Saat ke toko buku kita hanya bisa beli produk yang ada di sana. Tapi sekarang semua terbuka (open), no borderborderless.

15.Kalau kita mau bicara tentang financial mindset, maka pertama tentukan cukup kita. Kalau kita tahu cukup kita itu dimana, maka kita punya syukur. Syukur itu muncul ketika kita sudah menentukan cukup kita berapa. Maka bagi orang-orang yang secara fiannsial sulit, pertanyaan pertama adalah, “Menurut kamu, cukupnya berapa per bulan.” Jadi semua dipangkas (seperti daun di pohon tadi), lalu tentukan cukupnya berapa. Contoh: 1 bulan cukup dengan uang 1.5 juta. Maka setiap kita mendapatkan uang diluar 1.5 juta, maka kita akan bersyukur. Syukur itu nanti yang akan menjadikan bahagia. Karena syukur itu yang akan membuat kita tenang. Konsep syukur itu immaterial, bukan perkara-perkara yang material. Bahkan kalau ada orang yang sudah menetapkan bahwa cukupnya itu asal bisa makan dan tidur dan tidak perlu dipatok 1.5 juta per bulan, maka dia sudah bisa bersyukur.

16.Rasulullah  bersabda, “Kalau seseorang sudah punya makanan dan tempat tidur di malam hari, maka dia sudah dianggap orang-orang yang dicukupi oleh Allah, dan dia harus menjadi seorang hamba yang bersyukur.” Pertanyaannya apa yang kita cari di dunia ini sebenarnya? Karena visi kita akan sangat menentukan saat kita berada dalam kondisi yang seperti itu. Orang yang terombang-ambing adalah mereka yang tidak tahu hidupnya mau dibawa kemana. Sehingga melihat apapun jadi kepengen. Dia tidak tahu ini sesuai dengan yang kita tuju atau tidak. Semakin banyak kita melihat iklan (advertising), maka semakin kita akan tersiksa hidup di dunia. Jadi cukupnya kita itu dimana? Kalau kita masih punya barang dan itu cukup, maka untuk apa kita beli barang yang baru. Tapi kita senantiasa tersiksa dengan perasaan bahwa kita perlu barang itu. Kalau kita punya barang itu pasti lebih bahagia. Ini adalah masalah (problem) yang kita hadapi saat ini. 

17.Kalau itu memang kebutuhan kita sebenarnya tidak perlu dipikirin, nanti tiba-tiba bisa datang saja barangnya. Kita bisa dapat barang itu dengan less effort. Jadi tidak perlu menghabiskan banyak pikiran kita. Kalau keinginan justru akan banyak effort karena kita memikirkan bagaimana cara mendapatkannya. Ini akan jadi toxic. Kita jadi mikir, nunggu, harus nabung berapa lama.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar